Jumat, 08 Mei 2015

Tanpa AKSI

Jum’at, 8 Mei 2015

Hari ini adalah sehari sebelum pengumuman snpmtn. Entah kenapa kok aku makin pesimis ya. Hahaha, yasudahlah. Aku tahu akan banyak yang kecewa, papa dan mama tentunya. Aku mah apa atuh, kadang suka berharap kalau saat keracunan obat waktu kecil aku gak tertolong. Aku mungkin gabisa bahagiain orang tua aku, tapi untungnya aku juga ga akan ngecewain mereka TERUS. Aku akan abadi dalam nisan. Dan aku akan abadi dalam doa mereka. Alm. Noval Firyallian Pristi, gelar terindah yang pernah ada. Gak perlu sekolah tinggi-tinggi, gak perlu susah payah belajar kimia sampe muntah-muntah. Cukup mati saja. Ya, mati saja.

Apapun hasilnya, itu salah aku kok. Salah aku yang gak menghargai diriku sendiri. Yang gak belajar serius. Yang mengecewakan mama dan papa terus. Yang gak pernah memberikan kebahagiaan sedikitpun untuk papa sama mama. Aku gak bisa membanggakan mereka. Dan setiap hari begini. Menulis dan menulis. Galau dan galau. Menangis dan menangis. Bagaikan mayat hidup. Ya, mayat hidup.

Kalau bukan menulis, apalagi yang bisa aku lakuin? Aku gak bisa apa-apa.

Kenapa sih mimpi gue setinggi itu!! Val, ngaca dong! mimpi boleh, cuma ya ukur sama kemampuan kamu. Jangan cuma bisa menyalahkan orang lain. Val, kenapa kamu mau jadi psikolog sih? Mimpi macam apa yang aku teriakin sejak dulu!? Kenapa harus psikolog? Kamu itu gak karuan val. Kamu tuh kacau. Kamu gak bisa menjaga emosimu. Kamu pun gabisa bangun sendiri meskipun jatuh karena batu kecil. Terus kamu berkoar-koar mau jadi psikolog!? Plis deh, ubah dirimu dulu. Baru menguatkan orang lain. Perempuan sok tegar. Perempuan gatau diri. Gabisa mengukur diri. Banyak mau tanpa aksi. Itulah kamu val! Anak mama banyak, dan cuma lu yang gak memberikan kebahagiaan sedikitpun. Kasian kan mama. Kasian papa. Kasian semua orang yang kenal sama kamu. Kamu bisa apa coba val!? Nulis? Galau? Nangis? Merengek? Kabur? Ngambek? Nething? Kamu tuh anak perempuan yang paling dewasa dirumah, tapi kamu yang paling kekanak-kanakan. Menghabiskan waktu untuk menuliskan kata-kata yang tidak jelas. Kata-kata yang tidak menghasilkan apapun.

Ibu, kakek. Balik lagi. Siapa yang bisa nahan perempuan lumpuh hati begini kalau bukan kalian? Aku kangen kalian. Aku mau bercanda lagi sama kalian. Aku gabisa apa-apa. Aku bukan mendahulukan, aku ga mungkin keterima dengan nilai kecil seperti itu. 4000 orang. Mereka belajar. Mereka dekat dengan Allah. Aku? Aku gabisa apa-apa.

Aku siap dimarahin papa sama mama besok, tapi aku gak siap kalo melihat mereka nangis karena kecewa lagi. Itu aja sih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar