Jumat, 22 Mei 2015

Perputaran

Perputaran (Jum’at, 22 Mei 2015)

Bumi, planet ke tiga di galaksinya. Terus berputar sampai Allah menghentikannya. Tidak berbeda nol koma sekian pun setiap waktunya. Perputaran tetap sama. Ya, selalu berputar. Sama halnya dengan hidup. Berputar sampai Allah ‘menghentikan’. Entah hanya menghentikan ‘perputaran’ atau ‘langkah’. Apapun bisa terjadi. Ya, bagaimana kehendak Allah.

Aku tak tahu apa yang sedang terjadi pada duniaku saat ini. Berada dimanakah aku? Atas? Bawah? Atau hanya pertengahan? Aku benar-benar tidak tahu. Beberapa detik lalu aku masih bisa tertawa. Beberapa menit lalu aku masih ceria. Beberapa jam lalu aku masih bahagia. Sepertinya, roda hidupku kembali berputar. Ya, agak dibawah sedikit. Mungkin di Tenggara. Ah, entahlah.

Aku tahu semua ini berputar. Aku pun tak bisa memungkiri jika aku tak bisa memilih diposisi manakah aku. Aku hanya bisa menjalani apa yang sedang terjadi. Ya, mungkin sedikit persiapan saja. Jika tiupan debu, setidaknya aku memiliki kaca mata agar mataku tidak perih. Jika hujan mendera lagi, setidaknya aku memiliki payung agar aku tidak terlalu kebasahan. Jika panas yang menyengat tubuhku..................................................hmm aku harus apa?

Aku tahu semua ini berputar. Yang aku miliki saat ini tidak selamanya jadi milikku. Pasti berputar. Aku tidak menyalahkan kehadiranmu sedikitpun, tidak. Mungkin kita digaris yang sama dan itulah yang membuat kita jadi berada diperasaan ini dalam waktu yang sedikit berbeda. Ya, aku dan dia berada diperasaan ini beberapa waktu lalu. Sampai kau hadir dan memiliki perasaan yang sama denganku. Aku tak tahu bagaimana dia menanggapimu. Aku dan kamu berada diposisi yang sama. Di garis yang sama. Dalam waktu yang bersamaan pula.

Aku tahu semua ini berputar. Aku tahu, perasaan adalah salah satu yang tidak bisa diganggu. Aku juga gak menyalahkanmu sedikitpun. Aku pun tidak bodoh. Aku tahu kau sakit sekali berada diposisi ini. Tapi apa kamu memikirkan perasaanku? Pernahkah kau berpikir jika berada diposisiku?

Aku tahu semua ini berputar. Dan perputaranmu saat ini sedang segaris dengan dia. Aku pun tidak tahu apakah dia mengarah padamu atau tetap mengarah padaku. Aku juga tak bisa menghalangi perasaanmu sedikitpun.

Aku tahu semua ini berputar. Baik, akan aku uraikan kesakitanmu. Sakit yang kamu rasakan karena kamu merasakan perasaan diwaktu yang sepertinya kurang tepat. Andai saja kau merasakan itu jauuuuh sebelum aku merasakan itu mungkin semua ini akan baik-baik saja. Dan sesalmu semakin bertambah ketika yang kudengar, sikap dia terhadapmu tidak begitu baik, benar? Dan sekarang apa kau akan terus menyalahkanku karena keadaan ini? Aku tegaskan padamu, tidak ada seorang pun baik perempuan maupun laki-laki yang ingin berada diposisi seperti ini! Lalu, mengapa kau menuliskan keluhanmu seakan kau saja yang tersakiti. Buka matamu! Aku pun merasakannya.

Aku tahu semua ini berputar. Baik, aku akan menguraikan kesakitanku. Aku tidak bisa menyimpulkan bahwa perasaanku lebih sakit daripada apa yang kau rasakan. Aku hanya bisa menguraikannya sedikit, lalu silahkan kau simpulkan sendiri. Aku, seorang perempuan yang sedang mempertahankan yang aku miliki saat ini. Tertawa, menangis karenanya bukan hal yang aneh lagi. Aku tahu, dia bukan miliku sepenuhnya. Namun, ibarat ekonomi, dia adalah sahamku. Saham masa depanku. Jadi, apa salah jika aku mempertahankan apa yang telah aku miliki saat ini? Apa salah jika aku mempertahankan apa yang sudah kurajur saat ini? Apa kau tahu bagaimana sulitnya aku mempertahankan semua ini? Dia pun kulihat melakukan hal yang sama.

Aku tahu semua ini berputar. Jadi, menurutmu siapa yang paling sakit di posisi sekarang ini? Aku yang sedang mempertahankan atau kau yang sedang memperjuangkan? Ya, silahkan berjuang. Tidak ada yang bisa melarang perjuanganmu. Dengan begitu kau justru sangat membantuku melihat apakah dia akan tetap bertahan denganku yang biasa ini atau memilihmu, yang luar biasa.

Semoga kau mengerti maksudku, maafkan aku.

Jumat, 08 Mei 2015

Tanpa AKSI

Jum’at, 8 Mei 2015

Hari ini adalah sehari sebelum pengumuman snpmtn. Entah kenapa kok aku makin pesimis ya. Hahaha, yasudahlah. Aku tahu akan banyak yang kecewa, papa dan mama tentunya. Aku mah apa atuh, kadang suka berharap kalau saat keracunan obat waktu kecil aku gak tertolong. Aku mungkin gabisa bahagiain orang tua aku, tapi untungnya aku juga ga akan ngecewain mereka TERUS. Aku akan abadi dalam nisan. Dan aku akan abadi dalam doa mereka. Alm. Noval Firyallian Pristi, gelar terindah yang pernah ada. Gak perlu sekolah tinggi-tinggi, gak perlu susah payah belajar kimia sampe muntah-muntah. Cukup mati saja. Ya, mati saja.

Apapun hasilnya, itu salah aku kok. Salah aku yang gak menghargai diriku sendiri. Yang gak belajar serius. Yang mengecewakan mama dan papa terus. Yang gak pernah memberikan kebahagiaan sedikitpun untuk papa sama mama. Aku gak bisa membanggakan mereka. Dan setiap hari begini. Menulis dan menulis. Galau dan galau. Menangis dan menangis. Bagaikan mayat hidup. Ya, mayat hidup.

Kalau bukan menulis, apalagi yang bisa aku lakuin? Aku gak bisa apa-apa.

Kenapa sih mimpi gue setinggi itu!! Val, ngaca dong! mimpi boleh, cuma ya ukur sama kemampuan kamu. Jangan cuma bisa menyalahkan orang lain. Val, kenapa kamu mau jadi psikolog sih? Mimpi macam apa yang aku teriakin sejak dulu!? Kenapa harus psikolog? Kamu itu gak karuan val. Kamu tuh kacau. Kamu gak bisa menjaga emosimu. Kamu pun gabisa bangun sendiri meskipun jatuh karena batu kecil. Terus kamu berkoar-koar mau jadi psikolog!? Plis deh, ubah dirimu dulu. Baru menguatkan orang lain. Perempuan sok tegar. Perempuan gatau diri. Gabisa mengukur diri. Banyak mau tanpa aksi. Itulah kamu val! Anak mama banyak, dan cuma lu yang gak memberikan kebahagiaan sedikitpun. Kasian kan mama. Kasian papa. Kasian semua orang yang kenal sama kamu. Kamu bisa apa coba val!? Nulis? Galau? Nangis? Merengek? Kabur? Ngambek? Nething? Kamu tuh anak perempuan yang paling dewasa dirumah, tapi kamu yang paling kekanak-kanakan. Menghabiskan waktu untuk menuliskan kata-kata yang tidak jelas. Kata-kata yang tidak menghasilkan apapun.

Ibu, kakek. Balik lagi. Siapa yang bisa nahan perempuan lumpuh hati begini kalau bukan kalian? Aku kangen kalian. Aku mau bercanda lagi sama kalian. Aku gabisa apa-apa. Aku bukan mendahulukan, aku ga mungkin keterima dengan nilai kecil seperti itu. 4000 orang. Mereka belajar. Mereka dekat dengan Allah. Aku? Aku gabisa apa-apa.

Aku siap dimarahin papa sama mama besok, tapi aku gak siap kalo melihat mereka nangis karena kecewa lagi. Itu aja sih.