Senin, 28 Februari 2022

Terjerembab

Terjerembab (24 Tahun)

 

Lika-liku kehidupan yang seringkali mengundang tanya. Ada apa? Mengapa seperti ini? Mengapa aku? Mengapa harus aku? Apakah tidak ada alasan yang lebih baik daripada ini?

 

Ini tulisan pertama setelah mama meninggal yah.. Iya. Fokusku sejak kemarin adalah mengumpulkan kepingan hati yang hancur. Hati yang dengan sombongnya aku bilang dahulu dihancurkan oleh kerasnya mama, ternyata kemarin hanya retak saja.

 

Setiap hari berpikir, lebih baik ribut, saling membelakangi, tetapi saling tanya diam-diam. Lebih baik saling ketus, enggan berbicara, tetapi diam-diam saling rindu. Lebih baik sakit karena diatur, diamarahi karena memang aku yang sangat keras ini sering melakukan kesalahan daripada sakit karena menahan rindu, menahan tangis, menahan perih.

 

Ma… anak perempuan yang sering membuat mama sedih. Seringkali membuat mama patah hati ini hanya bisa menyesal. Terjerembab dalam jurang yang dalam tanpa bisa naik lagi. Maaf karena aku yang terlalu naif, berpikir mama akan hidup sampai akhir hidupku. Aku yang berpikir bahwa mama yang akan merindukanku bila aku tak ada. Aku yang berpikir mama akan melihatku lulus, menikah, dan menggenggam tanganku dengan erat saat aku melahirkan. Aku yang berpikir akan terus-terusan meninta maaf di momen itu, sekarang hanya bisa menangis dalam gelapnya malam.

 

Ma, kalau mama yang disini, semua akan baik. Persetan dengan orang yang bilang tidak terlalu sedih karena mama sering bekerja di luar kota. Kepergian mama benar-benar mematahkan hati kami semua.

 

Ma, bukankah kita baru saja membaik setahun belakangan ini? Bukankah baru akhir-akhir ini aku bisa jujur sama mama, bilang aku sayang mama. Bilang maaf. Memeluk mama lebih dulu. Pergi ke kamar mama jika ada kesulitan. Meminta mama untuk mencari psikolog untuk kebiasaan burukku. Curhat sama mama soal laki-laki. Minta saran mama soal kehidupan. Dengerin cerita mama tentang banyak hal.

 

Ma….. kita baru saja dekat. Lebih tepatnya aku baru saja memberanikan diri membuka pintuku, ma. Membuka diri. Kenapa mama memilih meninggalkan kami semua?

 

Ma…. Bila ada cara untuk menukar mama denganku yang selalu memberatkan orang lain. Andai saja ada caranya ma. Disini papa sering menangis sendirian, aa dan kak ulfah yang juga merasakan hal yang sama. Fadhel yang kesulitan mengekspresikan sakitnya hingga jatuh sakit, Bintan yang menunjukan gejala stres pasca ditinggalkan, nenek yang berusaha menguatkan kami semua padahal hatinya amat sangat hancur.

 

Maaa, maafin ya ma. Gara-gara teteh mama pergi. Gara-gara teteh sakit, mama tertular. Maaf ma. Maafin ya ma.