Terjerembab (24 Tahun)
Lika-liku kehidupan yang seringkali mengundang
tanya. Ada apa? Mengapa seperti ini? Mengapa aku? Mengapa harus aku? Apakah tidak
ada alasan yang lebih baik daripada ini?
Ini tulisan pertama setelah mama meninggal
yah.. Iya. Fokusku sejak kemarin adalah mengumpulkan kepingan hati yang hancur.
Hati yang dengan sombongnya aku bilang dahulu dihancurkan oleh kerasnya mama,
ternyata kemarin hanya retak saja.
Setiap hari berpikir, lebih baik ribut, saling
membelakangi, tetapi saling tanya diam-diam. Lebih baik saling ketus, enggan
berbicara, tetapi diam-diam saling rindu. Lebih baik sakit karena diatur, diamarahi
karena memang aku yang sangat keras ini sering melakukan kesalahan daripada
sakit karena menahan rindu, menahan tangis, menahan perih.
Ma… anak perempuan yang sering membuat mama
sedih. Seringkali membuat mama patah hati ini hanya bisa menyesal. Terjerembab dalam
jurang yang dalam tanpa bisa naik lagi. Maaf karena aku yang terlalu naif,
berpikir mama akan hidup sampai akhir hidupku. Aku yang berpikir bahwa mama
yang akan merindukanku bila aku tak ada. Aku yang berpikir mama akan melihatku
lulus, menikah, dan menggenggam tanganku dengan erat saat aku melahirkan. Aku yang
berpikir akan terus-terusan meninta maaf di momen itu, sekarang hanya bisa menangis
dalam gelapnya malam.
Ma, kalau mama yang disini, semua akan baik.
Persetan dengan orang yang bilang tidak terlalu sedih karena mama sering
bekerja di luar kota. Kepergian mama benar-benar mematahkan hati kami semua.
Ma, bukankah kita baru saja membaik setahun
belakangan ini? Bukankah baru akhir-akhir ini aku bisa jujur sama mama, bilang
aku sayang mama. Bilang maaf. Memeluk mama lebih dulu. Pergi ke kamar mama jika
ada kesulitan. Meminta mama untuk mencari psikolog untuk kebiasaan burukku. Curhat
sama mama soal laki-laki. Minta saran mama soal kehidupan. Dengerin cerita mama
tentang banyak hal.
Ma….. kita baru saja dekat. Lebih tepatnya aku
baru saja memberanikan diri membuka pintuku, ma. Membuka diri. Kenapa mama
memilih meninggalkan kami semua?
Ma…. Bila ada cara untuk menukar mama denganku
yang selalu memberatkan orang lain. Andai saja ada caranya ma. Disini papa
sering menangis sendirian, aa dan kak ulfah yang juga merasakan hal yang sama. Fadhel
yang kesulitan mengekspresikan sakitnya hingga jatuh sakit, Bintan yang
menunjukan gejala stres pasca ditinggalkan, nenek yang berusaha menguatkan kami
semua padahal hatinya amat sangat hancur.
Maaa, maafin ya ma. Gara-gara teteh mama pergi.
Gara-gara teteh sakit, mama tertular. Maaf ma. Maafin ya ma.