Sabtu, 08 Juli 2017

Feeling



Sabtu, 8 Juli 2017 (20 tahun 3 minggu 3 hari)


Apa yang berbeda dari post ku kali ini? Yap! Tahun.. 20 tahun.. ya.. 20 tahun. Hahahah rasanya campur aduk, Cuma entah kenapa yang tercampur itu emosi negatif mendominasi. Rasa senang, sedih, takut, kecewa, feeling useless, marah, grogi, feeling unapraciated, dan banyak emosi negatif lain yang berkobar hampir ke seluruh bagian pikiranku. Kenapa? Karena aku benar-benar merasa tidak berguna selama aku hidup.
Jika kita urai semuanya, semuanya! Mulai dari masa kanak-kanakku. Setelah aku pikir-pikir, aku anak yang mudah menyerah. Sangat sulit menyesuaikan diri dengan perubahan. Menurut teori Alfred Adler (Psikologi Individual), ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang tidak mampu menyesuaikan diri. Dan salah satunya adalah Gaya Hidup Terabaikan, ya.. terabaikan. Dalam sumber diatas, dikatakan bahwa “Orang yang merasa tidak dicintai, diinginkan, akan membentuk gaya hidup terabaikan. Orang-orang yang seperti ini akan merasa tidak percaya diri, tidak percaya pada orang lain, tidak mampu bekerjasama, merasa terasing dari orang lain, dan mengalami rasa iri terhadap keberhasilan orang lain.” Aku tidak men-judge diriku sendiri, aku hanya mencoba melihat dari tiap-tiap langkah hidupku, ketidakpercayaan diri yang besar—apa penyebabnya? Terabaikan. Sebenarnya saat kecil aku tidak diabaikan, hanya saja mengalami kehilangan terberat. Dan sampai sekarang aku masih merasa semua itu penyebabnya. Setelah kejadian itu, aku merasa semua mengabaikanku. Sampai mereka benar-benar mengabaikanku. Aku pernah bermimpi untuk menjadi pelukis, satu ketika teman SDku ternyata memiliki lukisan yang indah, akhirnya, dia selalu diikutkan lomba. Sejujurnya, aku sangat sedih. Sedih sekali. Mulai dari situ, aku tidak lagi melukis. Menggambar pun tidak. Aku hentikan semua itu. Sampai akhirnya kelas 4 SD, aku mulai membaca puisi. Diikutkan lomba sana-sini. Bahkan meskipun aku tidak pernah juara satu, sekolah menghargai aku dengan selalu mengikutkan aku pada lomba puisi. Perasaan dihargai itu sangat membangkitkan semangatku untuk berpuisi. Tidak hanya berpuisi, kelas 6 SD aku mulai membuat puisiku sendiri. Berlatih sebaik mungkin. Sampai kepada SMP. Di SMP kelas 2, seseorang juga bisa berpuisi, dan dia selalu diikutkan lomba tanpa pernah guru-guru mencari ‘orang lain yang juga bisa’. Termasuk aku. Aku terabaikan. Lagi. Aku tinggalkan membaca puisi. Hanya menulis dan menulis. Sampai di SMA, seseorang bisa menulis puisi dan novel. Sama dengan apa yang aku lakukan. Hanya saja, dia jauh!!!! Jauh lebih di apresiasi. Baik oleh teman-temannya, atau oleh orang tuanya. Bahkan guru-guru. Sedangkan aku, hanya terlihat seperti anak guru yang tak punya bakat apapun. Aku mencoba hal baru lagi, ya! Pidato bahasa Jepang. Aku merasa cukup percaya diri untuk berpidato, karena tidak terlalu berbeda dengan berpuisi. Hahaha.. itu menurutku. Tapi semua sirna, karena orang lain lagi.

Apa yang bisa kita lihat dari kisah diatas, ya! Semua sama. Kehadiran orang baru. Aku tidak bisa beradaptasi dan memilih untuk tidak memperjuangkan apapun. Sehingga semua hal yang disebut dengan bakat alami terdengar seperti sesuatu yang sangat tidak berguna. Hanya gurauan belaka. Dan dari kisah diatas, ada sesuatu yang berbeda. Ya! Kepergian seseorang yang berharga. Aku tidak bilang kepergiannya mengubahku, tapi lebih tepatnya membentuk pribadiku.

Cita-citaku.. jadi pelukis, gagal! Aku mengalihkan minatku pada kedokteran. Karena ibuku guru biologi, aku membuka buku tersebut. Lebih tepatnya tentang penyakit-penyakit. Salah satunya kanker. Datang ke warnet untuk browsing tentang berbagai penyakit kanker dan penyembuhannya. Bahkan ketika dijamanku, seseorang lebih senang untuk bermain facebook, aku hanya login lalu browsing. Bahkan aku masih ingat, aku mengeluarkan 7000 untuk dua jam. Dengan kata lain, aku hanya jajan 1000 untuk dua hari karena uang jajanku 4000 perharinya. Perjuangan anak receh yang sangat disayangkan untuk diingat. Tapi semua itu sirna, aku gagal jadi dokter! Hahahahaha….. aku pun berpikir ulang, aku memutuskan untuk menjadi psikolog, aku ingin membantu orang-orang yang sakit dengan pikiran positif, setidaknya tidak ada lagi yang berpikir hidupnya dikejar kematian karena penyakitnya, setidaknya jika pun mereka akhirnya meninggal, mereka tetap melewati masa-masa bahagia selama sakit. Itu yang terusku pikirkan. Aku ingin kuliah di Jerman, karena bapak psikologi ada disana. Hahahaha… gratis memang, tapi keluargaku harus mengeluarkan uang untuk deposit sebesar 200juta pertahun. Hahahahah uang darimana!? Akhirnya aku beralih ke Jepang, tidak semahal di Jerman memang. Tapi, ya… tetap tidak bisa juga karena banyak hal. Oke, dalam negeri saja. Tapi unpad. Dan, ga keterima! L akhirnya “yang penting psikologi”. Dan berkuliahlah aku.

Yaaa… tidak ada kan cita-citaku yang tercapai? Jadi apa saja yang kau lakukan dalam 20 tahun hidupmu, mayat hidup! Semoga kalian yang membaca, tidak useless sepertiku. Aamiin. Bahagiakan kedua orang tua kalian. Kejar mimpi kalian. Setinggi-tingginya.