Selasa, 07 Maret 2017

Over-Protective


Over-Protective (19 Tahun, 9 bulan, 3 minggu)

Memiliki pengalaman yang buruk menjadi alasan mengapa banyak orang memilih untuk menjadi melakukan segala sesuatu secara berlebihan. Bukan minta dimengerti apalagi diakui, kami-kami yang melakukan hal seperti ini bersikap ‘menjaga diri kami’ bukan untuk mengganggu orang lain. Ya, tahut tiba-tiba hal yang tidak diinginkan terulang kembali. Ya, takut hal yang dihindari bertemu kembali. Ya, takut ketidakawasan kami mendadak menjadi boomerang bagi diri kami sendiri.



Aku memiliki adik dengan rentang usia yang sangat jauh, 13 tahun lamanya. Ia dibesarkan dengan cara yang jelas berbeda karena perbedaan usia ini. Salah satu perbedaan yang mencolok adalah, ketika aku disakiti dan hanya bisa menceritakan semuanya kepada orang tuaku karena kakakku yang juga masih terlalu kecil untuk mendengarkan masalahku, dia bisa lebih bebas bercerita. Dia bisa memilih untuk bercerita dengan siapa. Dengan orang tuaku kah, dengan kakaknya yang lain.



Sesuatu terjadi di masa TKnya. Seseorang membuatnya tidak nyaman untuk bersekolah. Kata bully terlalu kejam disandingkan untuk seorang anak sekecil itu. Mungkin untuk saat ini aku akan menggunakan kata ganti ‘bermain’. Meskipun pada nyatanya adikku lebih mudah untuk bercerita tentang kegiatannya sehari-hari kepada siapapun, dia lebih memilih untuk diam dan tidak menceritakannya. Seakan-akan semua murni salahnya.



Jika dibandingkan denganku, keadaan dia seharusnya jauh lebih baik. Aku yang lebih ingin bercerita justru tidak bisa bercerita karena banyak hal. Aku seorang kakak, aku anak tengah yang harus mengerti posisiku, aku perempuan satu-satunya pada saat itu dan lain hal sebagainya. Aku yakin, semua orang memiliki kesempatan untuk bercerita kepada orang tuanya, hanya saja ‘ketertutupan diri’ dan ‘keadaan’ yang membuatnya seakan tidak ada kesempatan.



Mengapa orang begitu kejamnya melakukan hal buruk kepada orang lain? Pernahkan mereka berpikir bagaimana jika semua itu berbalik dan terjadi padanya. Cobalah untuk memikirkan itu sebelum ‘bermain’. Cobalah untuk memposisikan diri sebagai seseorang yang dimainkan. Cobalah untuk tidak terlalu banyak mengutamakan kesenangan diri dibandingkan dengan kesenangan bersama. Cobalah untuk memposisikan diri kalian di tempat TERBURUK!



Aku, memproteksi adikku… bukan karena aku menganggap kesenangan orang lain tidak penting, tapi aku berharap kita bisa melakukan kesenangan bersama. Bukan berarti sama-sama membully orang lain, bukan… tapi bermain bersama tanpa adanya pengkategorian.



Si A anak tukang sampah tidak boleh bermain dengan si B anak DPR. Apa bedanya mereka? Mereka hanya sama-sama mencari ilmu, dan apa salahnya menjadi anak tukang sampah maupun anak DPR? Toh, mereka sama-sama cari uang untuk kebutuhan sehari-harikan? Lalu kenapa harus membully sih?



Pengalaman masa SEKOLAH yang buruk membuatku mencoba memproteksi adikku. Aku sangat tidak ingin ia mengalami apa yang aku alami. Bagaimana rasanya orang-orang datang karena ‘butuh’. Bagaimana rasanya mereka memiliki beribu topeng dibalik topeng ‘malaikat’nya. Bagaimana mereka menjadi pendengar yang baik, lalu MEMBOCORKANNYA. Bagaimana mereka memperlakukan aku seakan aku tidak tahu apa yang mereka lakukan terhadapku. HEI~ ini bukan tentang over atau apapun. Aku hanya tidak ingin adikku merasakan apa yang aku rasakan. Cukuplah ia merasakan kebahagiaan. Disayangi oleh TEMAN-TEMAN, bermain seperti anak yang hanya tahu bermain. Tidak perlu memikirkan si A yang berpura-pura baik, si B yang dengan terang-terangan menjadi penjahat penuh aksi, si C yang dengan terpaksa jahat karena teman perkumpulannya, si D yang dengan kepolosannya menghalalkan bocornya suatu kisah, si E yang memiliki koneksi untuk menyebarluaskan kejahatannya sehingga benar-benar membuka akses kebencian! Hei~ mungkin untuk kalian yang tidak mengalaminya, kalian akan berpikir betapa berlebihannya aku. Dengar, aku hanya melakukan apa yang seharusnya kulakukan. Membuat banteng setinggi-tingginya, dengan penjagaan ketat yang bisa ‘membunuh’ mereka yang akan berbuat seperti pada masa laluku.



Segala sesuatu yang over, bukan keinginan si pemilik. Namun keadaan yang membuatnya terus menumbuhkan rasa over itu. Ingat. Keadaan! Bukan keinginan kami!